Urgensi Wawasan Legal dalam Industri Musik Digital
“Mereka yang cerdik dan updated dengan teknologilah yang akan selamat.” Demikian Adib Hidayat mengakhiri esainya dalam editor’s notes Majalah Rolling Stone Indonesia edisi 72 (April, 2011), yang bertajuk “Heal Your Music”. Esai tersebut merupakan sebuah apresiasi sekaligus catatan penting bagi Heal Our Music, sebuah LSM yang memiliki concern untuk menyelamatkan industri musik Indonesia dari bahaya laten piracy. Melalui social media dan live event LSM Heal Our Music konsisten mengusung jargon: STOP ILLEGAL DOWNLOAD MUSIC.
Ya, teknologi memang penting untuk kita jinakkan. Dan perkara legalitas adalah sisi lain yang fatal akibatnya jika disepelekan.
Sepuluh tahun terakhir ini zaman bergerak terlampau lincah bagi sebuah masyarakat yang masih gagap menghadapi kemajuan teknologi. Pada dasawarsa yang lampau itu, kita masih mendengarkan musik dari radio dan vcd/dvd player sembari menikmati segelas kopi dan pisang goreng. Kini, telah lahir generasi baru yang punya cara mereka sendiri untuk mendengarkan musik. Berawal dari walkman, iPod, hingga akhirnya hampir semua ponsel bisa digunakan untuk mendengarkan musik. Dan tentu, cara ini lebih praktis plus trendy buat anak muda. Musik dapat didengarkan di mana dan kapan saja mereka inginkan.
Permasalahannya, label dan insan musik terlambat mengantisipasi perkembangan teknologi dan perubahan cara menikmati musik ini. Mereka kecolongan. Konten musik digital bertebaran di dunia maya dan dengan sesadis-sadisnya para pengguna internet menyedot konten-konten musik yang tidak halal itu ke dalam hardisk mereka.
Lebih cilakanya lagi, keterlambatan mengantisipasi kemajuan teknologi ini juga dibarengi tingkat melek “legal” masyarakat kita yang masih amat rendah. Banyak orang yang karena tidak tahu, tidak sadar atau tidak peduli menikmati musik dengan jalan “mencurinya” dari internet. Ya, saya pikir kita akan menyepakati satu hal ini: bahwasanya menikmati hak orang lain tanpa sepengatahuan pemiliknya adalah definisi dari mencuri!
Kemajuan teknologi tanpa diiringi dengan kesadaran hukum dan wawasan legal menimbulkan masalah yang lebih serius dalam industri musik, terkait dengan issue hak cipta, kontrol dan mekanisme distribusi, serta tentu saja masalah klasik pembajakan musik. Jika dahulu saja pembajakan musik dalam format fisik (kaset dan cd) demikian memprihatinkan, maka menghadapidigital piracy ini banyak orang yang sudah mengangkat bendera putih, lantas mengikuti arus.Hopeless? Bagaimana tidak, prilaku mengunduh musik ilegal dari internet dilakukan tanpa rasa bersalah, bahkan sudah menjadi trend lifestyle!
Namun perlu kita camkan, bagaimanapun pembajakan tetaplah pembajakan; sebuah kejahatan yang tidak bisa ditolelir. Hanya karena populasi orang yang mendownload musik secara ilegal lebih banyak tinimbang mereka yang menikmati musik dengan cara yang benar, bukan bearti kejahatan tersebut menjadi sebuah kebenaran atau sebutlah pembenaran. Music piracy milions of wrongs, dont’t make it right!
Wawasan Legal
Definisi kata legal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau hukum”. Jadi, sebutlah barang yang legal ini sebagai barang yang ‘dihalalkan’ karena telah mendapatkan izin dari pemegang hak cipta serta tidak melanggar konvensi dan hukum yang berlaku.
Wawasan Legal sangat penting dalam industri konten kreatif, seperti buku, musik film, game dan aplikasi. Aspek legal ini yang akan menjembatani dan menjadi rambu-rambu bagi kepentingan produsen (artis dan label), distributor (seller dan reseller), dan konsumen pencinta musik. Aspek Legal sangat penting dipahami, dalam issue utama hak cipta, yakni plagiarisme dan pembajakan.
Namun ironis, ketika kita berusaha menyatukan tekad dalam kampanye anti download musik ilegal akan “berhadapan” dengan musisi dan label yang sengaja menggratiskan lagu dan musik mereka sebagai ajang promosi, tanpa sadar betul implikasinya untuk masa depan industri musik. Banyak teman musisi indie dan mainstream yang memakai free download sebagai sarana promosi mereka dengan menguploadnya ke situs file-sharing seperti Rapidshare dan Megaupload, demikian diungkap oleh Adib Hidayat, Managing Director Majalah Rolling Stone Indonesia, dalam editor’s notes-nya.
Masyarakat yang haus hiburan dan menjamurnya acara musik di hampir semua stasiun televisi swasta Indonesia telah melahirkan generasi baru musisi muda berbakat dari berbagai genre. Namun sayangnya, mereka tidak dibekali wawasan yang cukup tentang Wawasan Legal dan Hak Kekayaan Inteletual. Padahal jika karya mereka Go International, aspek legal ini harus sudah dibenahi sebelum sebuah produk ready memasuki pangsa pasar internasional. Seller internasional sekelas iTunes memiliki SOP Internasional, yang sebagian besar variabelnya adalah aspek legal dari sebuah konten yang akan mereka jual.
Selain perkara pembajakan, aspek legal mutlak dipahami untuk menghadapi kejahatan plagiarisme. Kita tentu tidak mau jika karya kita diklaim oleh orang lain, bukan? Mengingat dunia sudah merupakan jejaring tanpa batas, bukan hal yang mustahil jika tetiba anda mendapati di youtubeatau 4share, sebuah band asal Timbuktu misalnya, mengklaim lagu yang susah payah anda gubah sebagai karya mereka!
Mengedukasi masyarakat pada umumnya dan khususnya insan musik untuk sadar akan aspek legal dalam sebuah konten kreatif inilah yang menjadi salah satu program kerja penting bagi LSMHeal Our Music. Mari, kita butuh support dan kolaborasi kawan-kawan semua untuk melahirkan environtment yang sehat bagi industri konten kreatif kita. Pemerintah, label, musisi, seller, pakar IT, ahli hukum, dan seluruh pencinta musik Indonesia; we need you all, fellas!
Sebagai kalimat pamungkas, izinkan saya mengutip sebuah quote dari Mahfud MD berikut ini, yang saya yakin akan semakin menguatkan itikad mulia kita dalam melawan kejahatan digital piracy: “Negara yang tidak menegakkan hukum akan hancur.”
by : IKA ROMADHANI .H { 9f}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar